Indonesian Folktales

Sunday, February 27, 2011

In Memoriam Of Him

Me and my father during Idul Fitri. I was about 3yrs old

I wish I could feel your kiss one more. I wish I could still kiss your hand so you know you own my highest respect. I wish I never took you so seriously. I wish I just let down my pride and let my self laugh to all your jokes. I wish I let you hug me. I wish I hugged you more often. I wish I could say that I’m always proud of you. I wish I could say yes to all of your requests. I wish you knew how I always enjoy traveling just with you. I wish you knew you were like a hero to me. I wish you knew you never an old man to my eyes. I wish you knew I never meant to hurt you. I wish you knew how much I always try to make you proud of me and happy. I wish you knew all this, dear father. And I wish you were here

Monday, February 7, 2011

Ketika Saya Hanya Melihat Ke Luar

Tuhan dan alam semesta selalu punya cara untuk buktikan pada kita bahwa kita dicintai. Setidaknya itu yang selalu saya rasakan. Mungkin banyak orang kaget jika tahu kalimat ini meluncur dari dalam hati saya. Saya tak salahkan kekagetan itu. Saya mengerti tak sedikit orang yang memiliki first impression atau bahkan second, third dan seterusnya tak begitu manis tentang saya. Jika bisa dipersentasekan secara subjektif kira-kira akan seperti ini:
50% berimpresi saya sebagai perempuan judes ,galak, pemarah yang lebih sering terlihat heavyhearted atau bahkan ‘dark’
30% berimpresi saya adalah perempuan sombong, penyendiri dan punya aura mengintimidasi
10% berimpresi saya adalah perempuan manja, kekanak-kanakkan, tak punya tata krama
10%  berimpresi saya adalah perempuan unik yang punya pikiran jauh lebih dewasa dari umur saya, menenangkan, perasa, penyayang, pemberani, pemimpi.
Dan sudah pasti, ketiga urutan teratas sangat ingin saya berubah menjadi seseorang yang lebih baik. Sayapun mengerti itu. Mungkin kalau saya dihadapkan dengan seseorang seperti diri saya, saya juga masuk di salah satu ketiga urutan itu. Sebegitu banyaknya orang yang mengharuskan saya merubah diri agar bisa jadi orang yang seseuai selera mereka, sebegitu besarnya jumlah orang yang menganggap saya terlalu banyak memiliki sifat negatif hingga saya percaya saya bukan orang yang menyenangkan. Saya percaya bahwa saya penuh dengan kegetiran, amarah, kekecewaan, iri hati, dan kompleks. Saya percaya bahwa saya adalah sosok dengan pribadi yang sulit. Kepercayaan ini mungkin sudah tertanam sejak kecil namun baru 3 tahun terakhir ini sepertinya hidup ingin saya menyadari bahwa false belief ini sudah sangat kronis. Kenapa saya bilang false? Ya karena ternyata semua keliru. Ternyata meski secara kuantitas impresi yang buruk-buruk tadi cukup besar, secara kualitas tak berarti apa-apa.
Hari ini, seperti hari-hari lainnya saat saya merasa hidup saya terjun bebas atau terpuruk, lagi-lagi Tuhan dan semesta dengan cara uniknya mengingatkan saya bahwa diri saya tak seburuk itu. Caranya memang ada-ada saja. Dimulai dari pagi hening yang saya nikmati bersama kucing kesayangan ditemani secangkir teh manis panas di ruang tamu. Pagi ini hujan deras, saya memutar lagu ceria untuk membangkitkan semangat. Mendadak saya mendengar suara pintu mobil di depan rumah ditutup. Saya tahu itu mobil tetangga namun entah kenapa pagi ini dalam hati saya spontan berkata “ah..papa sudah pulang.” Untuk sepersekian detik saya merasa kemurungan saya hilang, saya menoleh ke pagar dan sadar…papa saya kan sudah meninggal.  Tanpa saya sangka, saat itu juga air mata saya bergulir sederas hujan di luar. Ini bukan tangisan sedih. Ini tangisan haru karena untuk beberapa detik saya merasa beliau benar-benar ada dan sangat dekat…dan saya hampir yakin, beliau ada untuk saya. Saya  berterima kasih pada Tuhan. Di keheningan saya berbisik, “Papa, terima kasih sudah datang. Ria janji akan kuat. Ria akan baik-baik aja.”
Puas menangis karena haru dan rindu. Saya memutuskan untuk yoga. Meski separuh hati karena sedang tidak enak badan, saya paksakan juga. Anehnya pagi ini kedua kucing saya yang saling bermusuhan sama-sama masuk ke kamar dan duduk tenang di sisi kanan dan di depan saya. Mereka berpose ala Sphinx, sangat tenang dan rileks mengawasi saya. Dan ternyata ditengah-tengah yoga saya berpikir yang tidak-tidak hingga lupa bernapas teratur dan menjadi pusing. Melihat kedua kucing ini pikiran saya kembali ke momen ini. Saya merasa dijaga.
Lalu di sore hari, seorang sobat lama online di yahoo messenger. Kami jarang sekali bisa bertemu secara online karena kesibukan kami masing-masing. Sore ini  kami ngobrol tapi kali ini saya lebih banyak mendengarkan. Kali ini bukan karena ingin beratensi, namun lebih karena tak ingin cerita tentang keadaan hidup yang menurut saya tak patut dibanggakan. Sobat saya ini meski tahu keadaan saya, dia seperti tak memerdulikannya.
Kata-kata pertama yang dia ketik adalah “I’m reading your blog! Luv it! I always love ur writing. It just gets better with time like wine they say.”
“I thought your writing are very soothing to read.  U have this serene atmosphere in ur writing. It doesn’t sound desperate or pathetic at all. It’s just very mature and wise. I cannot sense anger at all …no.. if I can say it, I think you’ve healed, forgiven and loving ur self each moment. Very peaceful.  Like…unicorn. “
Dan saya balas dengan ikon senyuman. Dia bukan orang yang suka basa basi. Dia orang yang kejujurannya juga bisa terdengar brutal. Yang buruk akan dibilang buruk dan yang baik akan dibilangnya baik. Jadi ketika dia katakan ini semua…ya…seperti ada perban sejuk diletakkan di seluruh tubuh yang penuh memar ini.
Dia adalah salah satu orang di kelompok persentase terbawah. Dalam keadaan saya seburuk apapun, dia adalah salah satu dari sedikit orang yang bisa melihat diri saya seperti Tuhan dan semesta melihat saya. Penuh cinta yang tak terkondisikan, penuh maaf. Ketika saya terlalu sering melihat ke luar dan terlalu banyak mendengarkan kata orang hingga lupa siapa saya sebenarnya seperti saat ini, saya dibantuNya untuk ingat. Melalui sahabat saya dan hal lain yang terjadi hari ini, saya ingat lagi…betapapun terasa beratnya beban hidup, saya adalah jiwa yang cahayanya tak akan pernah padam. Jiwa yang dicintai dan dijaga hidupnya. Jiwa yang sempurna dan berharga. Dan semoga pengalaman ini nantinya dapat membuat saya melihat diri saya dan juga orang lain seperti Tuhan melihat saya. Penuh cinta yang tak terkondisikan.

Saturday, February 5, 2011

Saya Tak Mau Lupa

Saya tak lagi menonton televisi dan membaca koran.
Saya tak lagi membuka-buka situs berita di dunia maya.
Lalu seorang teman bertanya
"Kamu tak takut ketinggalan berita? Nanti kalau ditanya orang kamu tak tau apa-apa."

Saya menggeleng pelan.

Saya jawab dia.

"Saya lebih baik ketinggalan berita daripada jadi lupa
kalau Tuhan itu ada. Daripada jadi lupa bahwa kesempatan hidup dan dunia ini
adalah anugrah terindah bagi setiap jiwa. Daripada saya jadi lupa
untuk melihat setiap orang yang saya temui sebagai saudara. Saya lebih baik
tak tahu apa-apa daripada jadi tak lagi tahu tujuan hidup saya dan siapa saya sebenarnya."

Timeless Space


I can feel you so close

I can sense you around
In this timeless space
In a place with no name
Letting me
breathe you
letting you
possess me 

I can feel your embrace
Savoring every inch of my being
Merging into yours
So sweet and delicate
Letting me
Conquer you
Letting you
Rule me

I can feel you so close
I can sense you around
In this timeless space
In a place with no name
071110


Jeremiah 29:13

One of My Mottos :)

Live by Default


i’m an open book

you can always tell what i feel

you can always feel what i think


i’m a naked truth

you can be dragged way so far from your nestling place

you can see me as the most brutal murderer

of your fairy tales


i’m no angel

you can choose to drown with my emotional flux

or to dance with its cycle


i’m none of them

who define you by your life attributes

who see you as the crowds want to see you

who love you by nourishing your ignorance

who befriend you with conditions


i’m one

just like you

but i choose

not to live by default
 
13feb2010

Candu Rindu

Mungkin itu cuma perasaanku saja.  Perasaan merindu yang terpendam jauh di lapisan terdalam alam bawah sadarku. Rasa rindu yang telah kubungkus rapih dengan berbagai lapisan alasan selogis mungkin sebagai pelindung hati. Rasa rindu yang tak cuma kubungkus namun juga kusegel rapat dengan berbagai dogma dan kusimpan di lemari besi khusus yang hanya Tuhan dan aku yang bisa membukanya. Rasa rindu yang hanya akan sia – sia jika sekarang kubiarkan keluar dan berlarian di benakku.

Taukah kau betapa berbahayanya rinduku padanya itu? Rindu ini berbeda dari rindu-rindu lainnya. Rindu lainnya biasa membuatku menangis pilu sampai kering kerongkonganku. Rindu lainnya biasa membuatku merasa menjadi perempuan paling rendah di dunia. Rindu lainnya tak pernah datang sendiri. Mereka datang berbondong-bondong dengan sekawanan rasa sesal, lalu tanpa ampun memaksaku bertanggung jawab atas semua hal yg telah terjadi yang mungkin juga sebenarnya bukan salahku.

Rindu ini berbeda. Ia berbahaya karena seperti candu. Rindu yang ini tak pernah datang beramai-ramai menyerbuku. Ia suka menyelinap bermain di antara buah-buah pikiranku yang lain. Gerakannya halus dan lincah. Kadang membuaiku hingga tahu-tahu aku sudah di hadapannya tanpa persiapan, tanpa tameng. Hatiku telanjang. Kalau sudah begitu, dia akan membuatku menangis dan juga tersenyum. Tak ada kepiluan atau kerongkongan kering, yang ada hanya kehangatan menjalar lembut dari hati menyebar ke seluruh tubuhku, membuatku lemas tapi juga dipenuhi energi baru.

 Rindu ini lebih berbahaya dari obat candu manapun. Efek yang ditimbulkan sangat psikedelik. Dia mampu bangkitkan rasa cinta yang manis. Bukan cinta yang melankolis. Dan tak hanya itu saja. Biasanya rasa cinta itu berdaya magnet tinggi dan akan segera menarik segala emosi yang membahagiakan yang akupun sudah lupa aku pernah merasakannya. Kalau sudah begitu aku hanya bisa pasrah. Pasrah seperti seorang bayi di pelukan ibunya. Pasrah seperti air sungai yang mengalir pulang ke lautan. Pasrah menyerahkan jiwa raga ini kepada semesta karena yakin aku dicintai dan semua baik-baik saja.

Rindu ini membuatku takut karena hidup tak seharusnya begitu. Bagaimana mungkin secuil rindu bisa bangkitkan kekuatan sebesar itu. Kekuatan yang memanggil bangkit seluruh bentuk kebahagiaan yang pernah kurasa selama 30 tahun hidup di dunia ini. Ini berbahaya karena tak biasa. Karena itulah dia kusimpan jauh di dalam alam bawah sadarku. Meski dia tak berontak sedikitpun ketika kubungkus, kusegel dan kukunci. Dia hanya diam dan menatapku lembut seolah berkata upayaku percuma.

Kini sudah hampir setahun. Semalam dia muncul di mimpiku. Ya, dia suka begitu. Ini adalah caranya yang lain untuk ingatkanku bahwa dia tidak mati. Sejak kukurung rapat, dia suka seenaknya masuk ke alam mimpiku. Meski tak pernah lama, dia tetap bangkitkan semua keindahan itu di sana. Dia tak pernah bicara meski aku berteriak bertanya mengapa di mukanya. Jangankan bicara, mendekatpun tidak. Dia hanya akan lewat seperti iklan tak penting di televisi dan melemparkan tatapan lembutnya kepadaku. Kini sudah hampir setahun. Aku tersenyum lagi menyambut pagi saat bangun.
Now I’m all yours.
I’m not afraid.
And you’re all mine.
Say what they may.
And all your love.
I’ll take to the grave.
And all my life starts
Now.
24.11.2010

My Druid Horoscope : Jasmine


The Jasmine bears richly fragrant flowers that bloom at night. They prefer warmer climates, as they can be fragile. Likewise, Jasmine people are very sociable, amiable, and easy going, but delicate at the same time. Their natural kindness and good spirit attracts people, because Jasmines are always happy to share their positive mood with others. Only Jasmines’ closest friends know how sensitive and fragile these people are. The rest of the world perceives Jasmine people as cheerful, carefree, and spoiled children of fortune.

Jasmines prefer to hide their worries deep down inside. When it comes to interacting with others, Jasmines have a natural and easy way about them. In reality, though, they carefully choose every single word that comes out of their mouth.

Jasmines long for harmony. They will do whatever it takes to maintain a peaceful environment. However, at home Jasmines turn into completely different people. They often mistake selfishness and indifference for independence. In the worst case scenario, Jasmines will only turn to their family while in desperate need, which may alienate them on occasion.

Jasmines are very responsible people. They try not to put themselves in danger; they avoid rushed actions. They never blame others for their own mistakes. Jasmines are comfortable modeling their lives after stereotypes and highly value any kind of traditions. They use their parents’ relationship as a model for their own marriage, even if their partner objects to this kind of example. Jasmines may fail as spouses, but they would always remain excellent parents. Children are their biggest joy in life, and their biggest hope. Many people born under the sign of Jasmine become pediatricians or school teachers.

Jasmines are not especially materialistic, but they always end up having enough money. They are true workaholics who are rewarded for their efforts.

In order to be happy, Jasmines need to learn to diminish their selfishness and work on their intuition. Although they are pessimists, deep down inside Jasmines know that everything will turn out alright. If a Jasmine Tree person can find someone who can help them to become a little more optimistic and show them the true beauty of life, they will remain faithful to them for the rest of their life.

Druid Horoscope: The Power of Tree 

Fir2 - 11 January
Elm12 - 24 January
Cypress25 January - 3 February
Poplar4 - 8 February
Kartas9 - 18 February
Pine19 - 28/29 February
Willow1 - 10 March
Lime11 - 20 March
Oak21 March
Nutwood22 - 31 March
Rowan1 - 10 April
Maple11 - 20 April
Nut21 - 30 April
Jasmine1 - 14 May
Chestnut15 - 24 May
Ash25 May - 3 June
Hornbeam4 - 13 June
Fig14 - 23 June
Birch24 June
Apple25 June - 4 July
Fir5 - 14 July
Elm15 - 25 July
Cypress26 July - 4 August
Poplar5 - 13 August
Kartas14 - 23 August
Pine24 August - 2 September
Willow3 - 12 September
Lime13 - 22 September
Olive23 September
Nutwood24 September - 3 October
Rowan4 - 13 October
Maple14 - 23 October
Nut24 October - 2 November
Jasmine3 - 11 November
Chestnut12 - 21 November
Ash22 November - 1 December
Hornbeam2 - 11 December
Fig12 - 20 December
Beech21-22 December
Apple22 December - 1 January

One of Those Fav Lines from Conversation With God Book I

Mostly when I feel I've been giving my self too much hard times, one of those books I will pick to light up the days is Neale Donald Walsch's Conversation With God Book I. Here are some of my favorite lines:

There are no "shoulds" or "shouldn'ts" in God's world. Do what you want to do. Do what reflects oum what re-presents you as a grander version of your Self. If you want to feel bad, feel bad.
But judge not, and neither condemn, for you know not
why a thing occurs, nor to what end.
And remember you this: that which you condemn will condemn you,
and that which you judge, you will one day become.
Rather, seek to change those things -- or support others who are changing those things -- which no longer
reflect your highest sense of Who You Are.
Yet bless all -- for all is the creation of God, through life living and that is the highest creation.

Could we just stop here for a moment and let me catch my breath? Did I hear you say there are no
"shoulds" or "should nots" in God's world?

That is correct.

How can that be? If there are noe in Your world, where would they be?

Indeed -- where...?

I repeat the question. Where else would "shoulds" and "should nots" appear, if not in Your world?

In your imagination.

But those who have taught me all about the rights and wrongs, the dos and don'ts , the shoulds and shouldn'ts, told me all those rules were laid down by You -- by God.
Then those who taught you were wrong. i have never set down a "right" or "wrong", a "do"  or a "don't". To do so would be to strip you completely of your greatest gift -- the opportunity to do as you pleasem and experience the result of that; the chance to create yourself anew in the iage and likeness of Who You Really Are; the space to produce a reality of a higher and higher you, based on your grandest idea of what it is of which you are capable.

To say that something --  a thought, a word, an action -- is "wrong" would be as much as to tell you not to do it. To tell you not to do it would be to prohibit you. To prohibit you would be to restrict you. To restrict you would be to deny the reality of Who You Really Are, as well as the opportunity for you to create and experience the truth.
There are those who say that I have given you free will, yet these same people claim that if you do not obey Me, I will send you to hell. What kind of free will is that? Does this not make a mockery of God -- to say nothing of any sort of true relationship between us?

Hidupi Di Momen Ini

Beberapa hari lalu saya lihat-lihat koleksi foto lama. Jumlahnya lumayan banyak, mungkin sampai ratusan. Untuk saya, tiap momen sedih maupun senang, selalu layak diabadikan. Dulu hobi ini sempat mengulik pikiran saya sendiri…kenapa ya kok saya hobi sekali memfoto tiap momen di hidup ini. Tak peduli jika saat itu saya sedang sedih atau marah atau apalah yang mungkin orang lain bilang tak layak difoto, I just love to capture it.
Kembali ke lihat-lihat koleksi foto. Saya tak sangka punya perasaan seperti ini : Betapa saya telah menyia-nyiakan waktu dengan terlalu sibuk memikirkan hal lain.
Saat menatap satu foto saya yang sedang tersenyum lelah di taman kantor saya yang lama, saya jadi berpikir, waktu foto itu diambil saya pasti sedang berharap untuk bisa cepat pulang dari kantor.
Waktu begitu cepat pergi. Andai saat foto itu diambil saya tak berpikir hal-hal lain tapi menikmati saja kelelahannya waktu itu..andai waktu itu saya tahu saya akan merasakan kehilangan momen seperti saat ini…
Lalu foto yang lain lagi…foto ketika saya di bali tersenyum puas ditengah teman-teman tersayang. Saya tahu persis arti senyum itu. Saya tersenyum karena ingin menunjukkan akhirnya saya bisa melawan rasa takut saya akan terbang dengan pesawat, ingin menunjukkan akhirnya saya berpergian dan bersenang-senang seperti orang normal lainnya. Senyum yang seakan berkata “look at me…I can be happy too”. Ketika saya lihat foto itu, saya jadi berpikir, andai saja saat itu saya hanya tersenyum karena menikmati semua berkah. Tersenyum tanpa motif apa-apa. Tersenyum karena mencintai hidup apa adanya. Oh dear…betapa banyak momen yang hilang begitu saja karena pikiran ini terus menerus melihat keluar. Betapa banyak berkah dan pelajaran hidup yang mungkin saya lewatkan karena pikiran ini tak pernah mau diam, memerhatikan  dan ikut menikmati.
Pagi ini saya terbangun dikejutkan oleh berita duka yang datangnya dari seorang selebriti ibukota. Aktor muda yang juga politisi itu wafat semalam. Saya bukan penggemar berat dia. Namun selalu, berita kematian siapapun…apalagi sejak insiden koleksi foto itu, membuat saya merasakan kedukaan yang mendalam. Menyayangkan mengapa orang semuda itu harus pergi secepat ini. Menyayangkan keluarga yang ditinggalkan. Menyayangkan apa dia juga kehilangan banyak momen di hidup ini. Lalu saya bertanya pada diri sendiri dalam hati, apa saya akan terus memikirkan hal lain di luar hidup saya sendiri dan diri saya sampai tiba saatnya nanti untuk pergi?
Semoga detik ini juga saya bisa memusatkan perhatian saya penuh untuk momen ini. Semoga mulai detik ini saya mampu mengatakan hal yang selalu ingin saya katakan tanpa perlu cemas memikirkan pendapat orang lain. Semoga mulai detik ini saya bisa melakukan apa yang saya inginkan tanpa takut akan penilaian orang lain. Semoga mulai detik ini saya selalu ingat untuk hanya hidup di momen saat ini..live in the present karena ya hanya momen ini yang saya punya…saya tak pernah tahu kapan momen selanjutnya akan datang atau tidak sama sekali.
Di pesawat, di tengah-tengah teman tersayang
Sekarang pun saya mengerti kenapa orang selalu senang dengan istilah "the good old days". Karena betapapun getirnya saat ini, ketika kita sudah melewatinya melangkah jauh di depan dan menoleh lagi ke belakang, kegetiran itu tak ada artinya. Yang tertinggal hanya kenangan. Yang tertinggal hanyalah pengalaman yang memperkaya hidup kita. Pahit dan manisnya tak lagi penting.
2/5/2011