Indonesian Folktales

Saturday, February 5, 2011

Candu Rindu

Mungkin itu cuma perasaanku saja.  Perasaan merindu yang terpendam jauh di lapisan terdalam alam bawah sadarku. Rasa rindu yang telah kubungkus rapih dengan berbagai lapisan alasan selogis mungkin sebagai pelindung hati. Rasa rindu yang tak cuma kubungkus namun juga kusegel rapat dengan berbagai dogma dan kusimpan di lemari besi khusus yang hanya Tuhan dan aku yang bisa membukanya. Rasa rindu yang hanya akan sia – sia jika sekarang kubiarkan keluar dan berlarian di benakku.

Taukah kau betapa berbahayanya rinduku padanya itu? Rindu ini berbeda dari rindu-rindu lainnya. Rindu lainnya biasa membuatku menangis pilu sampai kering kerongkonganku. Rindu lainnya biasa membuatku merasa menjadi perempuan paling rendah di dunia. Rindu lainnya tak pernah datang sendiri. Mereka datang berbondong-bondong dengan sekawanan rasa sesal, lalu tanpa ampun memaksaku bertanggung jawab atas semua hal yg telah terjadi yang mungkin juga sebenarnya bukan salahku.

Rindu ini berbeda. Ia berbahaya karena seperti candu. Rindu yang ini tak pernah datang beramai-ramai menyerbuku. Ia suka menyelinap bermain di antara buah-buah pikiranku yang lain. Gerakannya halus dan lincah. Kadang membuaiku hingga tahu-tahu aku sudah di hadapannya tanpa persiapan, tanpa tameng. Hatiku telanjang. Kalau sudah begitu, dia akan membuatku menangis dan juga tersenyum. Tak ada kepiluan atau kerongkongan kering, yang ada hanya kehangatan menjalar lembut dari hati menyebar ke seluruh tubuhku, membuatku lemas tapi juga dipenuhi energi baru.

 Rindu ini lebih berbahaya dari obat candu manapun. Efek yang ditimbulkan sangat psikedelik. Dia mampu bangkitkan rasa cinta yang manis. Bukan cinta yang melankolis. Dan tak hanya itu saja. Biasanya rasa cinta itu berdaya magnet tinggi dan akan segera menarik segala emosi yang membahagiakan yang akupun sudah lupa aku pernah merasakannya. Kalau sudah begitu aku hanya bisa pasrah. Pasrah seperti seorang bayi di pelukan ibunya. Pasrah seperti air sungai yang mengalir pulang ke lautan. Pasrah menyerahkan jiwa raga ini kepada semesta karena yakin aku dicintai dan semua baik-baik saja.

Rindu ini membuatku takut karena hidup tak seharusnya begitu. Bagaimana mungkin secuil rindu bisa bangkitkan kekuatan sebesar itu. Kekuatan yang memanggil bangkit seluruh bentuk kebahagiaan yang pernah kurasa selama 30 tahun hidup di dunia ini. Ini berbahaya karena tak biasa. Karena itulah dia kusimpan jauh di dalam alam bawah sadarku. Meski dia tak berontak sedikitpun ketika kubungkus, kusegel dan kukunci. Dia hanya diam dan menatapku lembut seolah berkata upayaku percuma.

Kini sudah hampir setahun. Semalam dia muncul di mimpiku. Ya, dia suka begitu. Ini adalah caranya yang lain untuk ingatkanku bahwa dia tidak mati. Sejak kukurung rapat, dia suka seenaknya masuk ke alam mimpiku. Meski tak pernah lama, dia tetap bangkitkan semua keindahan itu di sana. Dia tak pernah bicara meski aku berteriak bertanya mengapa di mukanya. Jangankan bicara, mendekatpun tidak. Dia hanya akan lewat seperti iklan tak penting di televisi dan melemparkan tatapan lembutnya kepadaku. Kini sudah hampir setahun. Aku tersenyum lagi menyambut pagi saat bangun.
Now I’m all yours.
I’m not afraid.
And you’re all mine.
Say what they may.
And all your love.
I’ll take to the grave.
And all my life starts
Now.
24.11.2010

No comments:

Post a Comment