Indonesian Folktales

Tuesday, June 2, 2015

Jangan Takut, Tika

Mimpi yang panjang bagi seorang Tika. Padahal dia hanya tertidur 2,5 jam. Tapi aku tahu, waktu di dunia nyata tak berlaku di alam lain.Selama 2,5 jam di alam astral itu pastilah dirinya merampungkan tugas yang setara kegiatan satu hari penuh.

Sekarang baru pukul 02.00 dini hari dan Tika mati gaya. 
Sampai saat ini dia belum juga paham mengapa selalu saja ada sesuatu yang membangunkannya di kisaran waktu yang sama: antara tengah malam hingga pukul 03.00. 
Jika bukan aku yang selalu merasa lapar di jam-jam absurd dan kemudian membangunkannya, toh dia akan tetap terbangun sendiri tengah malam. Tubuhnya seakan punya kesadaran untuk bangun pada waktu-waktu tertentu. 


Tapi kali ini lucu. Kukira dia akan tidur sampai pagi karena tidurnya tadi tampak lelap sekali. Dugaanku keliru. Setelah 2,5 jam terlelap, tahu-tahu manusiaku ini terduduk tegap dengan tegang. Dia memegang dada lalu bibirnya tak henti-hentinya mengucap doa. Nampaknya untuk menenangkan diri sendiri. Pastilah sesuatu yang besar telah terjadi di alam astral.


Aku sengaja merapatkan tubuh ke lengannya. Semoga dengan merasakan hangat dan lembutnya bulu-buluku, dia bisa merasa lebih rileks. 


"Mimpiku tadi sadis, Oren. Penuh kekerasan. Ada banyak kejahatan dan pembantaian. Dan aku di sana berusaha mengumpulkan dan melindungi orang-orang yang terpisah dari keluarganya." Bisiknya gemetar sambil membelaiku.
Ya... Ya... Tika. Andai aku bisa bicara. Akan kuucapkan banyak penghiburan agar damai hatimu. Andai bisa, akan kuungkapkan rahasia-rahasia hidup yang sebenarnya kau ketahui namun kau memilih "pura-pura tidak tahu" karena kau "masih" takut. Andai bisa kukatakan kepadamu, Tika, bahwa kepekaanmu tak perlu menjadi sebuah kutukan dan bahwa kau ditakdirkan menolong banyak orang dengan intuisimu itu, andai saja kau sedikit lebih berani. 
Ah sudahlah. Biar waktu yang mematangkan keberanianmu. 


Serba salah memang jika punya sifat penakut tapi dianugrahi beragam kemampuan persepsi ekstra sensorik. Semua pesan-pesan semesta jadi butuh waktu lama untuk dapat dia mengerti. Kalau bahasa slank manusianya, Tika ini cenderung telmi dalam memahami ketajaman intuisinya sendiri. Bukan, bukan karena dia bodoh, tapi karena keberaniannya selalu muncul belakangan.



"Oren, kau tetap di sini ya. Jangan tidur duluan. Tunggu aku, aku mau ambil air wudhu lalu salat Tahajud. Rasanya untuk itu aku selalu terbangun jam segini."
Andai bukan kucing, saat itu aku mungkin akan mengelus dada.



Jakarta, 2 Juni 2015

No comments:

Post a Comment