"Langitnya cantik deh, Ma. Banyak bintangnya. Lihat, deh."
"Iya, sebentar. Mama pakai baju hangat dulu."
Aku dengan sabar menunggu Mama di halaman. Sambil menghirup sejuknya udara malam sehabis hujan, tatapanku menyapu angkasa yang pada saat itu berkilauan seperti beludru hitam bertaburan intan.
"Oh iya ya! Terang betul bintang-bintangnya! Apalagi yang tiga itu," tunjuknya ke langit Barat. Di sana ada tiga bintang yang luar biasa terangnya jika dilihat dari rumah kami.
"Ma, tahu gak? Itu bukan bintang, lho. Yang kelihatan paling besar dan terang itu planet Venus. Nah, yang di atasnya dan kelihatan lebih kecil itu Jupiter. Dan di sebelah sana yang agak jauh tapi berwarna biru terang itu adalah Sirius."
"Oh ya? Waaah..."
Ingatanku melayang ke malam 30 tahun yang lalu. Bedanya, malam itu kami bertukar posisi. Dulu, setiap langit malam sedang cerah, Mama rajin mengajakku ke halaman. Dengan lembut dia bercerita tentang nama-nama rasi bintang, planet dan bagaimana mengenalinya dari sini, dari halaman rumah kami. Mendengarkan Mama sambil memandangi langit malam melalui teleskop kecilku adalah momen yang penuh keajaiban.
Kini kulihat matanya tak berpaling dari langit malam. Mendengarku menjelaskan apa yang sedang dilihatnya, senyumnya melebar dan matanya berbinar.
"Ma, tahu gak apa yang lebih cantik dari langit malam?" tanyaku perlahan.
"Ah buat Mama sih langit seperti ini sudah yang paling indah dilihat," jawabnya tetap tak melepas pandangan dari angkasa.
Aku memeluk tubuh mungilnya yang termakan usia,
Lalu kukatakan kepadanya,
"Buatku, mata dan senyuman Mama tetap yang paling indah dilihat."
-Untuk Mama
No comments:
Post a Comment